Pada
bulan Muharram ada satu hari yang dikenal dengan sebutan hari ‘Asyura.
Orang-orang jahiliyah pada masa pra Islam dan bangsa Yahudi sangat memuliakan
hari ini. Hal tersebut karena pada hari ini Allah Subhanahu wa Ta’ala
selamatkan Nabi Musa ‘alaihissalam dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya.
Bersyukur atas karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya, Nabi Musa
‘alaihissalam akhirnya berpuasa pada hari ini. Tatkala sampai berita ini kepada
Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wassalam, melalui orang-orang Yahudi yang tinggal
di Madinah beliau bersabda,
فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ
“Saya
lebih berhak mengikuti Musa dari kalian (kaum Yahudi)”.
Yang
demikian karena pada saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sampai di
Madinah, beliau mendapati Yahudi Madinah berpuasa pada hari ini, maka beliau
sampaikan sabdanya sebagaimana di atas. Semenjak itu beliau Shallallahu’alaihi
wasallam memerintahkan ummatnya untuk berpuasa, sehingga jadilah puasa ‘Asyura diantara
ibadah yang disukai di dalam Islam. Dan ketika itu puasa Ramadhan belum
diwajibkan.
Adalah
Abdullah bin Abbas radiyallahu ‘anhu yang menceritakan kisah ini kepada kita
sebagaimana yang terdapat di dalam Shahih Bukhari No 1900,
قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
المَدِيْنَةَ فَرَأَى اليَهُوْدَ تَصُوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاء فَقَالَ:ماَ هَذَا؟
قَالُوْا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللهُ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ
مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوْسَى. قَالَ: فَأَناَ أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ.
فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
“Tatkala
Nabi Shallallahu’alaihi wasallam datang ke Madinah beliau melihat orang-orang
Yahudi melakukan puasa di hari ‘Asyura. Beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam
bertanya, “Hari apa ini?”. Orang-orang Yahudi menjawab, “Ini adalah hari baik,
pada hari ini Allah selamatkan Bani Israil dari musuhnya, maka Musa
‘alaihissalam berpuasa pada hari ini. Nabi Shallallahu’alaihi wasallam
bersabda, “Saya lebih berhak mengikuti Musa dari kalian (kaum Yahudi). Maka
beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan ummatnya untuk melakukannya”.
[HR Al Bukhari]
Dan
dari Aisyah radiyallahu ‘anha, ia mengisahkan,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ
بِصِيَامِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانَ كَانَ مَنْ شَاءَ صَامَ
وَمَنْ شَاءَ أَفْطَرَ
“Dahulu
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam memerintahkan untuk puasa di hari
‘Asyura. Dan ketika puasa Ramadhan
diwajibkan, barangsiapa yang ingin (berpuasa di hari ‘Asyura) ia boleh berpuasa
dan barangsiapa yang ingin (tidak berpuasa) ia boleh berbuka”. [HR Al Bukhari
No 1897]
Keutamaan puasa ‘Asyura di dalam Islam.
Di
masa hidupnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam berpuasa di hari ‘Asyura.
Kebiasaan ini bahkan sudah dilakukan beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam sejak
sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan dan terus berlangsung sampai akhir
hayatnya. Al Imam Al Bukhari (No 1902) dan Al Imam Muslim (No 1132)
meriwayatkan di dalam shahih mereka dari Abdullah bin Abbas radiyallahu
‘anhuma, ia berkata,
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى
صِيَامَ يَومَ فَضْلِهِ عَلَى غَيْرِهِ إِلاَّ هَذَا اليَوْمِ يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ
وَهذَا الشَّهْرُ يَعْنِي شَهْرُ رَمَضَانَ
“Aku
tidak pernah mendapati Rasulullah menjaga puasa suatu hari karena keutamaannya
dibandingkan hari-hari yang lain kecuali hari ini yaitu hari ‘Asyura dan bulan
ini yaitu bulan Ramadhan”.
Hal
ini menandakan akan keutamaan besar yang terkandung pada puasa di hari ini.
Oleh karena itu ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam ditanya pada satu
kesempatan tentang puasa yang paling afdhal setelah Ramadhan, beliau menjawab
bulan Allah Muharram. Dan Al Imam Muslim serta yang lainnya meriwayatkan dari
Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam
bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ، شَهْرُ اللهِ
المُحَرَّمُ. وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الفَرِيْضَةَ، صَلاَةُ اللَّيْلِ
“Puasa
yang paling utama setelah Ramadhan adalah (puasa) di bulan Allah Muharram. Dan
shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam”.
Dan
puasa ‘Asyura menggugurkan dosa-dosa setahun yang lalu. Al Imam Abu Daud
meriwayatkan di dalam Sunan-nya dari Abu Qatadah Radhiallahu’anhu
وَصَوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ إنِّي أَحْتَسِبُ عَلَى اللّهِ
أَنْ يُكَفِّرَ السَنَة َالتِيْ قَبْلَهُ
“Dan
puasa di hari ‘Asyura, sungguh saya mengharap kepada Allah bisa menggugurkan
dosa setahun yang lalu”.
Hukum Puasa ‘Asyura
Sebagian
ulama salaf menganggap puasa ‘Asyura hukumnya wajib akan tetapi hadits ‘Aisyah
di atas menegaskan bahwa kewajibannya telah dihapus dan menjadi ibadah yang
mustahab (sunnah). Dan Al Imam Ibnu Abdilbarr menukil ijma’ ulama bahwa
hukumnya adalah mustahab.
Waktu Pelaksanaan Puasa ‘Asyura
Jumhur
ulama dari kalangan salaf dan khalaf berpendapat bahwa hari ‘Asyura adalah hari
ke-10 di bulan Muharram. Di antara mereka adalah Said bin Musayyib, Al Hasan Al
Bashri, Malik, Ahmad, Ishaq dan yang lainnya. Dan dikalangan ulama kontemporer
seperti Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah. Pada hari
inilah Rasullah Shallallahu’alaihi wasallam semasa hidupnya melaksanakan puasa
‘Asyura. Dan kurang lebih setahun sebelum wafatnya, beliau Shallallahu ‘alaihi
wassalam bersabda,
لَئِنْ بَقِيْتُ إِلَى قَابِلٍ َلأَصُوْمَنَّ التَاسِعَ
“Jikalau
masih ada umurku tahun depan, aku akan berpuasa tanggal sembilan (Muharram)”
Para
ulama berpendapat perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam , “…aku
akan berpuasa tanggal sembilan (Muharram)”, mengandung kemungkinan beliau ingin
memindahkan puasa tanggal 10 ke tanggal 9 Muharram dan beliau ingin
menggabungkan keduanya dalam pelaksanaan puasa ‘Asyura. Tapi ketika Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam ternyata wafat sebelum itu maka yang paling
selamat adalah puasa pada kedua hari tersebut sekaligus, tanggal 9 dan 10
Muharram