Mengapa pernikahan usia muda masih sering
terjadi?
KTD, Kehamilan Tidak Dikehendaki, nampaknya merupakan faktor paling banyak ditemui, berdasarkan laporan yang masuk ke Pengadilan Agama bahwa, 90% kasus dispensasi menikah diajukan karena anak telah hamil terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan bahwa pernikahan usia muda terjadi karena adanya faktor keterpaksaan, karena kehamilan tidak dikehendaki, terjadinya hubungan seksual sebelum menikah di usia muda, dan mungkin juga terjadinya kekerasan seksual berupa pemaksaan hubungan seksual baik oleh pacar karena takut diputus cinta, maupun karena perkosaan.
Hubungan Seks yang tidak sehat. Kehamilan
tidak dikehendaki di kalangan anak usia muda, kebanyakan terjadi karena
hubungan seks yang tidak sehat atau tidak bertanggungjawab. Kebanyakan kasus
terjadi karena remaja pernah menonton film porno atau materi yang mengandung
unsur pornografi yang semakin mudah diperoleh melalui kecanggihan teknologi
informasi, baik internet maupun hand phone.
Pengaruh media informasi. Keterbukaan
media informasi bisa berpengaruh positif dan juga negativ bagi anak muda.
Kebebasan informasi memudahkan anak muda untuk mengakses materi-materi yang
berbau pornografi. Tontotan di media juga turut serta menstimulus remaja untuk
semakin seksual aktif. Media menjadikan remaja sebagai komoditas melalui
pencitraan dan penciptaan kesadaran palsu tentang apa yang dianggap penting dan
tidak pening bagi remaja.
Pengaruh teman sebaya juga sangat besar
terhadap perilaku seksual remaja yang beresiko. Hasil research Rifka
Annisa tahun 2010 menunjukkan bahwa mayoritas remaja memperoleh materi
pornografi dari temannya. Remaja terpengaruh untuk melakukan hubungan seksual
di usia dini maupun melakukan hubungan seks di prostitusi karena pengaruh dan
ajakan teman. Minimnya informasi tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi
yang komprehensif bagi remaja. Kebanyakan temaja tindak memperoleh informasi
tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi secara memedai. Mereka memperoleh
informasi secara setengah-setengah, dan tidak dari sumber yang dipercaya.
Remaja kebanyakan mengalami kesulitan dalam memaknai perubahan-perubahan yang
terjadi dalam dirinya, baik perubahan fisik, psikihis, maupun social. Remaja
tidak tahu harus bagaimana memaknai dan mengendalikan dorongan seksualnya.
Pendidikan hanya mengarah pada kecerdasan intelektual, dan masih minimnya
pendidikan yang menekankan kecerdasan emosi maupun kecerdasan spiritual.
Lemahnya control orang dewasa dan lingkungan. Orang tua dan
lingkungan cenderung permisif terhadap perilaku anak muda yang semakin
beresiko. Orang tua seolah telah selesai mendidik anak dengan menitipkannya di
sekolah. Lingkungan juga cenderung acuh terhadap perilaku remaja yang beresiko.
Adanya kesadaran palsu (keliru), tentang
konstruksi gender maskulin dan feminim. Adanya anggapan di kalangan
remaja dan anak di usia muda, bahwa seorang laki-laki yang belum berhubungan
seks dianggap belum laki-laki. Pacaran jika belum berhubungan seks dianggap
belum pacaran. Membuktikan cinta dengan melakukan hubungan seksual.
Ketergantungan pada orang tua dan
kehilangan hak-haknya. Anak yang menikah usia muda dan karena
statusnya yang masih anak, atau karena belum matang secara emosi, akan
cenderung belum bisa mengambil keputusan sendiri. Secara ekonomi juga belum
bisa mandiri, ia akan cenderung tergantung pada orang tua.
Lemahnya penegakan hukum. Batasan
usia anak dalam UU berbeda-beda antara UU Perkawinan, UU Kesehatan dan UU
Perlindungan anak. UU perkawinana memberikan batasan menikah 16 tahun bagi
perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki. UU Perkawinan bahkan membolehkan adanya
dispensasi menikah pada anak dibawah usia tersebut. UU Perlindungan anak
memberikan batasan anak adalah dibawah usia 18 tahun. Sedangkan UU Kesehatan
memberikan batasan 20 tahun, karena hubungan seksual yang dilakukan pada usia
dibawah 20 tahun beresiko terjadinya kanker cervix atau kangker leher rahim,
serta penyakit menular seksual. Dispensasi menikah seringkali diberikan tanpa
mempertimbangkan hak-hak anak, kesiapan serta kedewasaan anak dan kemampuan
anak untuk mengurus rumah tangganya.
Dampak Menikah Usia Muda
Kehilangan kesempatan pendidikan. Menikahkan
usia muda dapat menyebabkan anak kehilangan kesempatan memperoleh pendidikan,
karena anak akan terhampat untuk memperoleh pendidikan.
Kehilangan kesempatan untuk berkembang dan
berekspresi. Pernikahan usia muda akan menghalangi anak
mengekspresikan dan berpikir sesuai usianya, karena ia akan dituntut dengan
tanggungjawab dalam keluarga sebagai suami/ istri dan sebagai ayah/ibu.
Kehilangan kesempatan untuk berkreasi, bermain, bergaul dengan teman sebaya, beristirahat dan memanfaatkan waktu luang. Pada kenyataanya anak yang menikah pada usia muda, belum bisa mengurus keluarga maupun anak-anaknya, bahkan mengurus dirinya sendiri saja terkadang belum bisa. Rentan terhadap gangguan kesehatan reproduksi, seperti kangker cervix dan penyakit seksual menular lainnya. Perempuan yang menikah di bawah usia 20 tahun, 58,5 persen lebih rentan terkena kanker serviks. Organ reproduksi yang belum siap atau matang untuk melakukan fungsi reproduksi, beresiko terhadap bahaya pendarahan dan kerusakan organ yang dapat menyebabkan kematian, cenderung melakukan aborsi yang sering disertai komplikasi dan kematian.
Kehilangan kesempatan untuk berkreasi, bermain, bergaul dengan teman sebaya, beristirahat dan memanfaatkan waktu luang. Pada kenyataanya anak yang menikah pada usia muda, belum bisa mengurus keluarga maupun anak-anaknya, bahkan mengurus dirinya sendiri saja terkadang belum bisa. Rentan terhadap gangguan kesehatan reproduksi, seperti kangker cervix dan penyakit seksual menular lainnya. Perempuan yang menikah di bawah usia 20 tahun, 58,5 persen lebih rentan terkena kanker serviks. Organ reproduksi yang belum siap atau matang untuk melakukan fungsi reproduksi, beresiko terhadap bahaya pendarahan dan kerusakan organ yang dapat menyebabkan kematian, cenderung melakukan aborsi yang sering disertai komplikasi dan kematian.
Rentan terhadap masalah kehamilan dan
janin. Kurangnya pengetahuan ibu yang menikah di usia muda, tentang
gizi bagi ibu hamil sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
janin. Perempuan yang mengandung, melahirkan dan mengurus anak karena usia
mereka yang masih muda, atau belum dewasa ada beban psikologis sehingga dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak yang dikandungnya.
Rentan terjadi kekerasan dalam rumah
tangga. Karena keterbatasan dan ketidakmatangan untuk berumah tangga,
anak perempuan yang terpaksa menjadi seorang istri di usia yang masih sangat
belia itu tidak mempunyai posisi tawar-menawar yang kuat dengan suaminya,
sehingga sangat rawan menjadi korban dan sasaran kekerasan dalam rumah tangga.
Begitupun anak laki-laki yang menikah di usia muda, karena keterbatasan dan
ketidakmatangan emosi untuk berumah tangga akan cenderung menjadi pelaku
kekerasan.
Pernikahan usia anak, berinfestasi pada
mada masalah sosial yang lebih kompleks di masa mendatang. Pernikahan
usia muda akan memicu berbagai persoalan sosial di masa yang akan datang. Ketidaksiapan
mental, sosial dan ekonomi anak untuk berumah tangga dapat mengakibatkan
terjadinya masalah kekerasan dalam rumah tangga, banyaknya anak yang terlantar
dan terabaikan pengasuhannya, masalah status dan kesehatan ibu dan anak,
banyaknya anak lahir menyandang masalah kesehatan, pengangguran, dll. (Edit)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar